Menunggu Munculnya Desa-desa Internet
ANTARA/Azhari
Sejumlah siswa SMU di Takengon, Aceh Tengah mengikuti pelatihan internet sebagai program "education for tomorrow" di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Pelatihan internet sejak dini seperti ini juga untuk mendukung perluasan jangkauan pelayanan internet hingga ke pedesaan.
emerintah miliki rencana yang ambisius dan visioner. Pada tahun 2010, program internet sudah bisa masuk desa. Suatu program yang luar biasa. Pemerintah akan mengucurkan tidak kurang Rp 1,4 triliun untuk persiapan program. Kalau rencana tersebut bisa terwujud, di negeri tercinta ini tentu akan bermunculan desa-desa internet, suatu kemajuan yang telah diramalkan oleh Alvin Toffler sekitar 20 tahun silam.
Program itu pantas didukung. Negeri kita tidak hanya mengalami kesenjangan ekonomi, tetapi juga pendidikan dan sebagainya, antara pusat dan daerah, antara daerah dan daerah. Kesenjangan itu jelas tidak sesuai dengan roh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang diproklamasikan oleh bapak bangsa kita pada 17 Agustus 1945 dan kita akan memperingati hari ulang tahun kemerdekaan ke-64 pada 17 Agustus 2009.
Sebagai satu negara, wilayah-wilayah yang ada di Tanah Air kita bersaudara. Namun dalam kenyataannya, yang ditangani pemerintah selama ini hanya hubungan daerah dan pusat. Kurang sekali menyentuh hubungan antardaerah. Maka, ada daerah yang kehidupan perekonomiannya nomor satu terus dari dulu sampai sekarang, ada yang nomor buncit terus dari dulu sampai sekarang.
Kesenjangan juga terjadi dalam bidang informasi. Surat kabar yang terbit di Jakarta hari ini baru bisa dibaca oleh pembaca di timur Indonesia seminggu kemudian. Itu pun yang bisa menikmati informasi dari surat kabar yang sudah basi itu menjadi privilese orang-orang tertentu atau pejabat di daerah. Akibatnya, yang lainnya tetap mengalami "busung lapar" informasi.
Kehadiran televisi sedikit menolong menjawab kebutuhan informasi rakyat di pelosok mana pun di negeri ini. Namun, tetap terbatas juga. Hanya TVRI yang memiliki stasiun pemancar yang menyebar hampir di seluruh Tanah Air. Padahal, masyarakat juga perlu mendapatkan informasi dari tangan lain, dari stasiun lain. Yang lebih mendasar lagi, bangsa ini semestinya mengembangkan budaya membaca, bukan memperbanyak budaya menonton.
Perlu Didorong
Karena itu, rencana pemerintah untuk membangun jaringan internet sampai desa-desa di negeri pantas didorong agar cepat diwujudkan. Internet adalah panasea untuk mengatasi penyakit ketertinggalan, bahkan "busung lapar" informasi yang banyak dialami oleh anak negeri ini. Internet adalah pintu informasi yang bisa kita petik dari semua "kebun ilmu pengetahuan" yang ada di seluruh dunia. Kita tidak perlu mengeluarkan biaya mahal-mahal untuk menjelajah dunia. Kita cukup membuka internet untuk jalan-jalan ke Rusia, Belanda, Afrika, Amerika Serikat, Brasil, bahkan jalan-jalan ke bulan dan rasi-rasi bintang di alam raya.
Informasi yang disuguhkan oleh surat kabar di Jakarta atau sejumlah kota besar di negeri ini bisa diakses dengan cepat tidak dalam hitungan berapa hari lagi, tetapi dalam beberapa detik atau menit kalau internet sudah terpasang. Informasi yang paling gres di Jakarta bisa dibaca pada saat yang hampir bersamaan juga di Pulau Komodo, misalnya. Kalau rencana itu terwujud, penduduk pulau tempat asal-usul ora, nama yang diberikan penduduk setempat untuk komodo, akan bisa mengikuti dengan saksama polemik tentang rencana pemindahan lima pasang komodo dari habitatnya ke Bali yang mengembangkan industri wisata budaya, dan pro-kontra soal tambang di Batugosok.
Murid-murid di desa pun bisa membuka buku elektronik yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional yang sayangnya belum bisa diakses secara luas oleh murid-murid yang tinggal di desa selama ini.
"Knowledge Is Power"
Internet adalah suatu kiniscayaan saat ini. Ponsel yang ada di tangan Anda kini sudah bisa tersambung ke internet. Malah kurang gaul kalau ponsel Anda belum membuka akses ke internet. Untuk menonton Christian Ronaldo bermain bola, Anda pun bisa menyaksikan cukup dari ponsel. Jumlah penduduk kita masih terbilang kecil di dunia yang sudah bisa mengakses ke internet. Padahal, makin terbuka akses ke internet, makin banyak hal yang bisa kita dapatkan. Makin banyak informasi, makin banyak pengetahuan yang kita peroleh.
Masih ingat ucapan termasyhur dari Sir Francis Bacon (1561-1626)? Bacon pernah mengatakan, knowledge is power. Maksudnya, pengetahuan dapat dipergunakan untuk memajukan kehidupan manusia. Informasi adalah pengetahuan juga. Jadi, makin banyak kita memiliki pengetahuan atau informasi, akan terbuka akses bagi kita untuk maju. Bahkan tidak cuma itu. Informasi adalah kekuasaan juga. Siapa yang makin banyak memiliki informasi, ia juga makin berkuasa sebenarnya. Itu sebabnya pers sangat disegani oleh pemerintah karena pers yang berdagang informasi itu adalah hot power.
Imagine all the people di negeri ini sudah bisa mengakses internet, maka akan terjadi percepatan bahkan lompatan kecerdasan di negeri ini. Kalaupun ada perbedaan di antara daerah, tipis-tipis saja perbedaan itu. Tidak begitu senjang seperti sekarang. Di antara anak bangsa juga bisa bersilaturahmi lewat facebook. Kita yang tinggal di daerah pegunungan bisa mendapatkan informasi dari saudara-saudara kita yang tinggal di pulau terluar. Kalau ada yang mencoba-coba mengambil wilayah terluar kita, informasinya akan cepat menyebar. NKRI akan makin kokoh. Jadi, informasi sangat bermanfaat dalam kehidupan kita.
Namun, ada saja yang suka berpikir ngeres. Belum jalan program itu, ada juga yang mepermasalahkan dampak negatifnya seperti akan makin marak anak muda menonton gambar atau film porno. Belum membuka akses internet, sudah mencurigai bukan-bukan. Internet adalah teknologi. Teknologi adalah tools. Semuanya bergantung kepada kita. Tentu kita memang harus awas.
Kalau kita mau cepat maju, akses ke internet perlu dibuka. Negara yang menguasai informasi atau pengetahuan adalah negara yang maju dan berkuasa. Meskipun tidak memiliki kekayaan sumber daya alam sekalipun, negara-negara yang menguasai informasi dan pengetahuan justru yang akan menikmati kekayaan sumber daya negara lain yang belum menguasai informasi dan pengetahuan.
Membangun jaringan internet sampai ke desa-desa tentulah suatu pekerjaan besar. Masih banyak hal yang harus ditangani. Listrik di daerah-daerah masih memberlakukan jadwal menyala-padam. Jaringan telepon pun masih terbatas, meskipun ponsel sudah makin banyak dimiliki penduduk kita.
O, ya, Anda mau menjadi kaya raya? Tirulah apa yang dilakukan oleh seorang pemuda bernama Mark Elliot Zuckerberg yang telah menemukan facebook. Ia telah berhasil menangkap peluang dalam memanfaatkan jaringan internet untuk bisnis informasi sejak 2004. Majalah Time menjuluki Zuckerberg sebagai salah satu orang yang paling berpengaruh dan majalah Forbes menobatkannya sebagai miliuner self made termuda di planet ini. Jadi, untuk apa menunggu lama-lama mewujudkan rencana cerdas pemerintah kita untuk membangun jaringan internet sampai ke desa-desa di negeri ini?
[SP/Willy Hangguman]
SUARA PEMBARUAN DAILY
No comments:
Post a Comment